Sabtu, 22 Oktober 2011

Uji Sitotoksik

Dasar dari uji sitotoksik adalah kemampuan sel untuk bertahan hidup karena adanya  senyawa toksik. Kemampuan sel untuk bertahan hidup dapat diartikan sebagai tidak hilangya metabolik atau proliferasi dan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel, naiknya jumlah protein, atau DNA yang disintesis. Metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan bertahan hidup dan proliferasi adalah plating efficiency dengan parameter pengujian perbedaan konsentrasi sampel, perbedaan waktu paparan dan kerapatan sel (Fresney,1996).
Uji sitotoksik secara in vitro menggunakan kultur sel digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antikanker dari suatu senyawa. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh system uji sitotoksik, baik untuk evaluasi keamanan senyawa atau untuk mendeteksi aktivitas antikanker suatu senyawa. Sistem uji tersebut harus menghasilkan kurva dosis respon yang reproduksibel dan menggambarkan efek senyawa yang sama bila diberikan secara in vivo.  Uji sitotoksik untuk uji aktivitas antineoplastik menunjukkan adanya  perbedaan respon yang diberikan oleh sel kanker lebih besar dari sel normal (Fresney, 1996)
Uji sitotoksik dapat dilakukan dengan dua metode :

a.    Metode MTT
Metode MTT menggunakan garam kuning tetrazolium, seperti MTT [3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-Diphenyltetrazolium Bromide]. MTT akan direduksi oleh mitokondria pada sel yang hidup menjadi senyawa formazan berwarna ungu (Gambar 4) dan tidak larut dalam air oleh sistem suksinate tetrazolium reduktase. Absorbansi larutan berwarna ini kemudian dapat diukur menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang antara 500 dan 600 nm (Meiyanto, 1999)
                               MTT                                                             Formazan
 








                     (berwarna kuning)                                           (berwarna ungu)
Gambar  4.  Reaksi reduksi MTT menjadi formazan (Anonim, 2011)

b.    Metode Perhitungan Langsung
Uji sitotoksik dilakukan secara manual dengan menghitung jumlah sel hidup dibandingkan dengan kontrol. Perhitungan sel hidup secara manual dilakukan dengan pengecatan menggunakan biru tripan. Sel yang mati akan menyerap warna biru tripan sedangkan sel yang hidup tidak, hal ini disebabkan sel yang mati mengalami kerusakan pada membran selnya, sehingga protein dalam sel keluar dan berikatan dengan biru tripan. Perhitungan jumlah sel yang hidup dilakukan langsung pada hemocytometer. Perhitungan sel hidup dengan pewarnaan biru tripan ini juga sulit dilakukan karena sukar membedakan sel hidup dengan sel mati. Hal ini kemungkinan disebabkan pemaparan sel dengan biru tripan yang terlalu lama sehingga sel hidup juga akan mulai menyerap warna biru tripan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar