11. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
Definisi PPh 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK/2008 menyebutkan bahwa PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Besarnya PPh 21 dihitung berdasarkan penghasilan netto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Penghasilan netto adalah penghasilan setelah dikurangi tunjangan jabatan sebesar 5% dari jumlah penghasilan dan maksimal Rp. 500.000,00 per bulan. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat UU RI No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 7 menjelaskan tentang besarnya PTKP yaitu seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 |
2. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23
PPh pasal 23 mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan bisnis. yaitu mengatur pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden, bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan jasa tertentu. Besarnya PPh 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan.
3. Pajak penghasilan (PPh) pasal 25
PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca rugi-laba sehingga dapat diketahui sisa hasil bisnis/SHU atau keuntungan). PPh pasal 25 ini dibayarkan dalam bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan.
Tarif PPh orang pribadi atau badan berdasarkan UU RI. No 17 tahun 2000 yang kemudian diperbaharui dalam UU RI No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
a. Pajak pribadi/perorangan
Perhitungan PPh pribadi ada 2 cara, yaitu dengan pembukuan membuat neraca laba-rugi dan menggunakan norma jika omset kurang dari Rp. 4.800.000.000,00/tahun (menurut UU RI No.36 tahun 2008). Tarif pajak PPh pribadi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 |
Penghitungan berdasarkan norma dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Menurut wilayah:
- 10 ibukota provinsi (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar, Manado, dan Pontianak) terkena pajak sebesar 30%;
- Ibukota provinsi lain terkena pajak sebesar 25%;
- Kabupaten lainnya terkena pajak sebesar 20%.
2) Menurut jenis usaha: berdasarkan Dirjen Pajak, Apotek termasuk golongan pedagang eceran barang-barang industri kimia, bahan bakar minyak dan pelumas, farmasi, dan kosmetika.
b. PPh Badan
PPh Badan dilakukan dengan pembukuan (membuat neraca laba-rugi) dihitung berdasarkan keuntungan bersih dikalikan tarif pajak. Perhitungan tarif pajak PPh badan dapat dilihat pada Tabel VI. Menurut UU RI No. 36 tahun 2008 pasal 31E ayat (1), wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto s/d Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
4. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 28
Apabila jumlah pajak terutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka setelah dilakukan
pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan PPh pasal 28.
5. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 29
Apabila jumlah pajak terutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit maka harus dilunasi sesuai dengan PPh pasal 29.
6. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN merupakan pajak tidak langsung dimana pajak terhutang dihitung atas pertambahan nilai yang ada. Dalam metode ini, PPN dihitung dari selisih pajak pengeluaran dan pajak pemasukan. Pajak pertambahan nilai dikenakan pada saat pembelian obat dari PBF sebesar 10%. Setiap transaksi PBF menyerahkan faktur pajak kepada apotek sebagai bukti bahwa apotek telah membayar PPN.
7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak atas tanah dan bangunan apotek, besarnya pajak ditentukan oleh luas tanah dan bangunan apotek.
8. Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak yang dibebankan pada apotek yang memasang reklame. Besar pajak reklame tergantung jenis papan reklame, ukuran, jumlah iklan, dan wilayah pemasangan reklame. Bila iklan apotek < 25% dari reklame pabrik, Apotek tidak dibebani membayar pajak reklame (Sutantiningsih, 2005). Pajak ini dibayarkan satu tahun sekali.
9. Pajak Pertambahan Nilai Pedagang Eceran (PPN PE)
Pajak Pertambahan Nilai Pedagang Eceran (PPN PE) dibayarkan sebesar 2% dari omset jika Apotek merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan penghasilan lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) perbulan atau lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) pertahun.
10. Pajak Barang Inventaris
Pajak barang inventaris dikenakan terhadap kendaraan bermotor milik apotek.
Basi!
BalasHapus