Minggu, 06 Mei 2012

Diabetes Melitus (DM)

Gambar 1. Pankreas (klikdokter.com)
Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar glukosa darah di atas normal
Diabetes melitus terjadi akibat adanya gangguan fungsi hormon insulin yang berpengaruh pada metabolisme Karbohidrat, lemak dan protein. Dalam kondisi normal kurang lebih 50% glukosa dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air, 50% glikogen dan kuranglebih 30-40% menjadi lemak.
Pada diabetes melitus, semua proses itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga energi utama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak (proses lipofisis).
Hormon yang berperan dalam produksi insulin antara lain :
1. Regulasi feedback (-) dari insulin dan glukagon diatur oleh somtostatin
2. Hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah :
    a. GH (Growth hormone)
    b. ACTH (Adrenokortikotropin)
    c. Gastrin dan sekretin.
Kadar Normal insulin dalam darah : 30-50mU/L. Kadar puncak pada sore hari dan rendah pada
malam hari

Patofisiologi :
1. Terjadi peningkatan glukagon
2. Produksi glukosa oleh hepar meningkat
3. Somatostatin menurun
4. Growth hormon, cortisol, epinephrin dll meningkat
Diabetes melitus melibatkan : Metabolisme karbohidrat, metabolisme protein, dan metabolisme lemak.
1. Metabolisme Karbohidrat
    Pulau-pulau Langerhans di pankreas memiliki 3 tipe sel :
    a. alfa- cell yang berfungsi untuk memproduksi glukagon
    b. beta-cell yang berfungsi untuk memproduksi, menyimpan dan melepaskan insulin
    c. gamma-cell yang berfungsi menghambat sekresi insulin dan glukagon
2. Metabolisme Protein
    Untuk mempertahankan integritas protein diperlukan glukosa internal sel sebagai sumber energi
    Jika insulin berkurang, maka glukosa intrasel juga akan berkurang
    Otot yang memerlukan energi, akan mengambilnya dari proses katabolisme protein menjadi asam
    amino
    Asam amino dibawa ke hati untuk diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis)
3. Metabolisme Lemak
    Insulin memacu pembentukan Trigliserida dari asam lemak bebas.
    Jika insulin berkurang, maka asam lemak bebas akan teroksidasi menjadi aseton, asam asetoasetat,
    asam hidroksibutirat (benda-benda keton).
    Dengan adanya benda-benda keton, akan menimbulkan metabolik ketoasidosis, pH darah turun,
    diuresis dan terjadi proses dehidrasi.

Tipe-Tipe Diabetes Melitus :
1. Diabetes Melitus Tipe 1(IDDM)
    - meliputi 4-5% dari total penderita DM, 90% disebabkan oleh faktor genetis
    - kerusakan beta-cell dapat terjadi aktibat autoimun dan idiopatik
    - menyebabkan terjadinya defisiensi insulin secara absolut
    - cenderung terjadi pada usia relatif muda
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM)
    - Terjadi defisiensi sekresi insulin oleh pankreas.
    - Terjadi resistensi insulin di sekitar jaringan
    - Lebih banyak disebabkan oleh lifestyle yang salah, contoh : pola makan yang menyebabkan
       obesitas dan kurangnya olahraga
3. Diabeter Melitus Gestasional
    - Terjadi pada trisemester 2 dan 3
    - Hormon plasenta (prolaktin, estrogen dan progesteron) memblok aksi insulin
4. Diabetes Melitus Tipe Khusus
    - Sekresi insulin terganggu atau aksi insulin minimal
    - Infeksi virus : CMV, rubella dll
    - Pemakaian obat jangka panjang : glukokortikoid, tiazid, dilatin dan interferon

Tanda dan Gejala : 
1. Polyuria (Jumlah urin yang dikeluarkan lebih banyak)
2. Polydipsia (sering/cepat merasa haus)
3. Polyphagia (lapar yang berlebihan/makan banyak)
4. Glycosuria (kencing terus)
5. Gangguan penglihatan/rabun secara tiba-tiba
6. Berat bedan menurun tanpa ada sebab yang jelas
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Apabila luka/tergores lambat penyembuhannya
9. Mudah terkena infeksi terutama bagian kulit
10. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf di telapak tangan dan kaki

Diagnosis :
1. GDP (8jam) >126mg/dl pada 2kali atau lebih pemeriksaan
2. GD 2 PP > 200mg/dl dengan intake 75mg glukosa pada TTGO
3. GDS/GDA > 200mg/dl
4. HbA 1c positif (pemeriksaan 3 bulanan)
5. Pemeriksaan fungsi ginjal, TD, TG, LDL dan HDL kolesterol diperlukan jika sudah terjadi
    komplikasi   

Penatalaksanaan Diabetes Melitus
      Penatalaksanaan diabetes melitus mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu :
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
      The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa perameter yang dapat digunkan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.

Gambar 2. Target Penatalaksanaan Diabetes
      Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.

Terapi Tanpa Obat
1. Pengaturan Diet
      Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : 
- Karbohidrat : 60-70%
- Protein         : 10-15%
- Lemak         : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat bada ideal.
      Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel beta terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan berat bada 5% dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter satus DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4bulan  tambahan waktu harapan hidup.
      Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melibihi 300mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada) tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
      Masukan serta sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserta yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebihan. Disamping itu makanan sumber serta seperti sayran dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral
2. Olah Raga
      Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

Farmakoterapi
1. Terapi Insulin
      Terapi insulin merupakan salah satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM Tipe 1, sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak dapat lagi memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
1.1. Pengendalian Sekresi Insulin
Gambar 3. Kurva peningkatan kadar insulin darah
      Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya, apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan normal, kadar gula darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat rendah. Stimulasi sekresi insulin oleh peningkatan kadar glukosa sarah berlangsung secara bifasik. Fase 1 mencapai puncak 2-4 menit dan masa kerja pendek, sedangkan mula kerja (onset) fase 2 berlangsung lebih lambat, namun dengan lama kerja (durasi) yang lebih lama pula. Gambar 3 berikut ini menunjukkan pengaruh pemberian infus glukosa terhadap kadar insulin darah. Infus glukosa diberikan untuk mempertahankan kadar gula darah tetap tinggi (lebih kuran 2-3 kali kadar gula puasa selama 1 jam). Segera setelah infus diberikan kadar insulin darah mulai meningkat secara drastis dan mencapai puncak setelah 2-4 menit. Peningkatan kadar insulin fase 1 ini berasal dari sekresi insulin yang sudah tersedia di dalam granula sekretori. Peningkatan kadar insulin fase 2 berlangsung lebih lambat namun mampu bertahan lama. Peningkatan fase 2 ini merefleksikan sekresi insulin yang beru disintesis dan segera disekresikan oleh sel-sel beta kelenjar pankreas. Jadi jelas bahwa stimulus glukosa tidak hanya menstimulasi insulin tetapi juga menstimulasi ekspresi gen insulin.
      Dalam keadaan stres, yaitu keadaan dimana terjadi perangsangan syaraf simpatoadrenal, hormon epinefrin bukan hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan memacu glikogenolisis, melainkan juga menghambat penggunaan glukosa di sel-sel otot, jaringan lemak dan sel-sel lain yang penyerpan glukosanya dipengaruhi insulin. Dengan demikian, glukosa darah akan lebih banyak tersedia untuk metabolisme otak, yang penyerapan glukosanya tidak bergantung pada insulin. Dalam keadaan stres, sel-sel otot terutama menggunakan asam lemak sebagai sumber energi dan epinefrin memang menyebabkan mobilisasi asam lemak dari jaringan.
1.2. Mekanisme Kerja Insulin
      Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel beta pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
      Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya, sel-sel tubuh kekerangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya.
      Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luar pada berbagai fungsi organ dan jaringan tubuh.
1.3. Prinsip Terapi Insulin
Indikasi
a. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh
    sel-sel beta kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain
    yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
c. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau
    stroke.
d. DM Gestasional dan penderita DM  yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja
    tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
e. Ketoasidosis diabetik
f. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik
g. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori
   untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen
   untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin
   atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin
h. Ganguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontra indikasi atau sedang alergi terhadap OHO
Cara Pemberian
Gambar 4. Lokasi penyuntikan insulin
      Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi penyuntikan yang disarankan ditunjukkan pada gambar 4 disamping ini.
      Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, kiikuti oleh daerah lengan, paha baigian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam, maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja.
      Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik. Penelitian untuk menemukan bentuk baru sediaan insulin yang lebih mudah diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan. Diharapkan suatu saat nanti dapat  ditemukan sediaan insulin per oral atau nasal.
1.4. Penggolongan Sediaan Insulin
      Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
a. Insulin masa kerja singkat (short-acting/insulin), disebut juga insulin reguler
b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-actng)
c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
d. Insuling masa kerja panjang (long-acting insulin)
Keterangan dan contoh sediaan untuk masing-masing kelompok disajikan dalam table 1
Tabel 1. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja

      Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itujenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemik setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin reguler (R) dan insulin kerja sedang (NPH).
      Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang pada penderita diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat akan mempengaruhi kadar insulin di darah (IONI, 2000).
1.5. Sediaan Insuling yang Beredar di Indonesia
      Dalam Tabel 2 disajikan beberapa produk obat suntuk insulin yang beredar di Indonesia (IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b)

Tabel 2. Profil sediaan insulin yang beredar di Indonesia
       Untuk tujuan terapi, dosis inulin dinyatakan dalam unit internasional (UI). Satu UI merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45mg%. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 UI/mg.
1.6. Penyimpanan Sediaan Insulin (Soegondo, 1995b)
      Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :
- Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8 derajt selcius. Insulin vial Eli Lily yang sudah dipakai dapat disimpan selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan bila dimasukkan dalam lemari es. Vial Novo Vordisk insulin yang sudah dibuka, dapat disimpan selama 90 hari bila dimasukkan dalam lemari es.
- Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20 derajat selcius bila seluruh isi vial akan digunakan dalam satu bulan. Penenlitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu kamar lebih dari 30 derajat selcius akan lebih cepat kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
- Penfili dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfili regular dapat disimpan pada temperatur kamar selama 30hari sesudah tutupnya ditusukkan. Penfili 30/70 dan NPH dapat disimpan pada temperatur kamar selama 7 hari setelah tutupnya ditusuk
- Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan.
2. Terapi Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
      Obat-obat hiperglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe 2. Pemilihan obat hipglikemik oral yang tepat sangan menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen obat hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keperahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasinya
2.1. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
      Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglilkemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
2.1.1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinidan dan turunan fenilalanin)
2.1.2. Sensitiser Insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan inslin secara lebih efektif.
2.1.3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor alfa-glukosidase yang bekerja menghambat absorbsi gula dan umum digunakan untuk mengendalikan post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga "starch-blocker".


Tabel 3. Penggolongan obat hipoglikemik oral
Golongan Sulfonilurea
      Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa tahun lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
      Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel beta Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel beta Langerhans pankreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati.
      Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagaian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).
Efek Samping Golongan Sulfonilurea (Handoko dan Suharto, 1995;IONI, 2000)
      Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lin gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala, Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertiga, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan anemia apalastik dapat terjadi walaupun jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering terjadi diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang.
Interaksi Obat (Handoko dan Suharto, 1995; IONI, 2000)
      Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat golongan sulfonilurea, sehingga resiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglilkemik sulfonilurea antara lain : alkohol, insulin, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksibenbutazon, probenezida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, felfluramin, dan klofibrat.
Peringatan dan Kontraindikasi (IONI, 2000)
a. Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil,
    pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi hinjal. Klorpropamida dan glibenklamida tidak
    disarnkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih
    dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat.
b. Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi sulfonilurea
c. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya
    tidak stabil, dan diabetes melitus berat
d. Obat-obat golongan sulfonil urea cendering meningkatkan berat badan
Obat Hipoglikemik Oral Golongan Sulfonilurea 
a. Glibenklamid (gliburid)
    Glibenklamid memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Glibenklamid dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit dieskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Glibenklamed efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Diperkirakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal (Soegondo, 1995b)
Contoh sediaan : glibenclamide (generik), Abenon (Heroic), Clamega (Emba Megafarma), Condiabet(Armoxindo), Daonil (Aventis), Diacella (Rocella), Euglacon (Boehringer Mannheim, Phapros), Fimediab (First Medipharma), Glidanil (Mersi), Gluconic (Nicholas), Glimel (Merck), Hisacha (Yekatria farma), Latibet (Ifars). Libronil (Hexpharm Jaya), prodiabet (Bernofarm), Prodiamel (Corsa). Renabetic (Fahrenheit), Tiabet (Tunggal IA)
b. Glipzida
      Mempunyai masa kerja yang lebih lama dibandingkan dengan glibenklamid tetapi lebih pendek dari pada klorpropamid. Kekuatan hipoglikemiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan tolbutamida. Mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor insulin. Glipizida diabsorpsi lengkap sesudah pemberian per oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit yang tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% glipizida utuh diekskresikan melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995; Soegondo, 1995b).
Contoh sediaan : Aldiab (Merck), Glucotrol (Pfizer), Glyzid (Sunthi Sepuri), Minidiab (Kalbe Farma), Glucotrol
c. Glikazida
      Mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek hipoglikemik. Mempunyai efek anti agregasi trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan (Soegondo, 1995b).
Contoh Sediaan : Diamicron (Darya Varia), Glibet (Dankos), Glicab (Tempo Scan Pacific), Glidabet (Kalbe Farma), Glikatab (Rocella Lab), Glucodex (Dexa Medica), Glumeco (Mecosin), Gored (Bernofarm), Linodiab (Pyridam), Nufamicron (Nufarindo), Pedab (Otto), Tiaglip (Tunggal IA), Xepabet (Metiska Farma), Zibet (Meprofarm), Zumadiac (Prima Hexal).
d. Glimepirida
      Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan (Soegondo, 1995b).
Contoh sediaan : Amaryl
e. Glikuidon
      Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan serangan hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang agak berat (Soegondo, 1995b).

Contoh sediaan : Glurenorm (Boehringer Ingelheim),
Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin
      Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini
dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya.
a. Repaglinida
      Merupakan turunan asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran cerna (Soegondo, 1995b).
Contoh sediaan : Prandin/NovoNorm/GlucoNorm (Novo Nordisk)
b. Nateglinida
      Merupakan turunan fenilalanin, cara kerja mirip dengan repaglinida. Diabsorpsi cepat setelah pemberian per oral dan diekskresi terutama melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA) (Soegondo, 1995b).
Contoh sediaan : Starlix (Novartis Pharma AG)
Golongan Biguanida
      Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis
laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Efek Samping Golongan Biguanida (Soegondo, 1995b)
Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadangkadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat.
Kontra Indikasi Golongan Biguanida
Sediaan biguanida tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida.
Metformin 
      Satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral. Bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel-sel otot. Obat ini dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan
glukoneogenesis (Soegondo, 1995b).
Contoh sediaan : Metformin (generic), Benoformin (Benofarma), Bestab (Yekatria), Diabex (Combiphar), Eraphage (Guardian), Formell (Alpharma), Glucotika (Ikapharmindo), Glucophage (Merck), Gludepatic (Fahrenheit), Glumin (Dexa Medica), Methpica (Tropica Mas), Neodipar (Aventis), Rodiamet (Rocella), Tudiab (Meprofarm), Zumamet (Prima Hexal)
Golongan Tiazolidindion (TZD)
      Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis.
a. Rosiglitazone
      Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
Contoh sediaan : Avandia (GlaxoSmithKline)
b. Pioglitazone
      Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan fungsi hati. Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.
Contoh sediaan : Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd)
Golongan Inhibitor α-Glukosidase
      Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. 
      Obat-obat inhibitor α-glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap
sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.
Efek Samping (Soegondo, 1995b)
      Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.
a. Acarbose
      Acarbose dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.
Contoh sediaan : Glucobay (Bayer), Precose
b. Miglitol
      Miglitol biasanya diberikan dalam terapi kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea
Contoh sediaan : Glycet
3. Terapi Kombinasi 
      Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat hipoglikemik oral : 
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila 
    gagal lagi, baru pertimbangkan untuk beralih pada insulin.
5. Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik oral 
     yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada penderita lanjut usia.
6. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh penderita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar