Kamis, 29 September 2011

Sediaan Farmasi

Sediaan Farmasi

Menurut UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang dimaksud Sediaan Farmasi adalah : obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Hakekat obat adalah bahan atau campuran yang dipergunakan untuk diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badariah dan mental pada manusia atau hewan, memberbaiki badan atau bagian badan manusia.
Pengertian Tentang Istilah Obat :
Obat Tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau campuran obat dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman empirik.
Obat Jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria, atau bentuk lain, yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku lain
Obat Paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat misalnya : lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya.
Obat Essential adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan rehabilitasi
Obat Generik adalah obat essential yang tercantum dalam DOEN dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh BPOM
Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek
Penggolongan Obat Menurut Undang-Undang
Maksud dan tujuan dari penggolangan obat ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi obat. Penggolongan obatnya :
A. Obat Bebas
     adalah obat yang dapat digunakan secara bebas tanpa perlu resep dokter tanda lingkaran
     hijau dengan garis tepi hitam 
Contoh obat bebas :
- Parasetamol
- Bedak Salycil
- Rivanol
- Vitamin
- Bodrex

B. Obat Bebas Terbatas
     adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetepi masih dapat dijual atau dibeli bebas
     tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan
     etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh obat bebas terbatas :
- CTM (Chlorpheniramin Maleat)
- Obat Anti Mabuk (antimo)
- Obat Flu (Noza, Paramex, bodrex flu dan batuk)
- Intunal
- Sanaflu

    Obat ini dikatakan terbatas karena pemberiannya dalam jumalah atau dosis dibatasi. Tanda
    peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas berupa empat persegi panjang
    warna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih.
    Tanda peringatan pada obat bebas terbatas :
 
     Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat
     dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat
     diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan obat bebas terbatas
C. Obat Keras dan Psikotropika
     Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus
     Obat keras dan obat psikotropika pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran tepi
     berwarna hitam.
Contoh Obat : 
- Obat-obat diabetes
- Obat-obat golongan antibiotik
- Obat gangguan jantung
- Obat-obat antikanker
- Ketokonazol 

    Obat keras sendiri ada yang digunakan harus dengan resep dokter, ada juga yang tidak perlu
    resep dokter. Obat psikotropika merupakan obat keras yang digunakan harus dengan resep
    dokter, sedangkan Obat Wajib Apotek (OWA) juga merupakan obat keras yang dapat
    diserahkan oleh Apoteker Pengelola
    Apotek (APA) di Apotek tanpa resep dokter.
    1. Obat Psikotropika
        Obat psikotropika adalah suatu zat/obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotik,
        berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
        perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Golongan Psikotropika dapat
        digunakan setempat seperti tetes mata dan salep (Anonim, 1997). Psikotropoika yang
        mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan digolongkan menjadi
       1.1. Psikotropika Golongan I
              Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
              (penelitian), tidak digunakan untuk tujuan pengobatan, dan mempunyai potensi
              ketergantungan yang sangat kuat.
              Contoh : Broloamfetamine, Cathinone, DET, DMA, DMHP, DMT, DOET, Eticyclidine,
                            Etrytamine, Lysergide
       1.2. Psikotropika Golongan II
              Psikotropika golongan II mempunyai khasiat terapi dan dapat digunakan dalam terapi
              dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ketergantungan yang
              kuat.
              Contoh : Amphetamine, Dexamphetamine, Fenetylline, Levamphetamine,
                            Levomethampheta-mine
       1.3. Psikotropika Golongan III
              Psikotropika golongan III berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
              dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ketergantungan yang
              sedang.
              Contoh : Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital, Cathine / norpseudo-ephedrine,
                            Cyclobarbital, Flunitrazepam, Glutethimide, Pentazocine, Pentobarbital
      1.4. Psikotropika Golongan IV
             Psikotropika golongan IV berkhasiat dalam pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
             terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunayai potensi ketergantungan
             yang ringan.
             Contoh : Allobarbital, Alprazolam, Amfepramone, Aminorex, Barbital, Benzfetamine,
                          Bromazepam, Butobarbital, Brotizolam, Camazepam, Chlordiazepoxide,
                          Clobazam, Clonazepam, Clorazepate, Clotiazepam, Cloxazolam, Delorazepam,
                          Diazepam, Estazolam, Ethchlorvynol, Ethinamate, Ethyl loflazepate,
                          Etil Amfetamine / N-ethylampetamine, Fencamfamin, Fenproporex, Fludiazepam,
                          Flurazepam, Halazepa, Haloxazolam, Ketazolam, Lefetamine
    2. Obat Wajib Apotek
        Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang boleh diserahkan apoteker di apotek,
        dengan syarat apoteker harus mengetahui dengan jelas kegunaan obat tersebut dan
        digunakan untuk apa, serta dicatat jumlah obat, nama serta alamat pasien.
        OWA dibagi menjadi 3 kelompok :
        2.1. Obat Wajib Apotek No. 1
               (KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990)
        2.2. Obat Wajib Apotek No. 2
               (PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 924/ MENKES/PER/X/1993)
        2.3. Obat Wajib Apotek No. 3
               (KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1176/MenKes/SK/X/1999)
D. Obat Narkotika
     adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
     yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
     sampai hilangnya rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Disebut juga obat daftar "O"
     artinya opiat.
  
     Penggolongan Obat Narkotik :
     1. Narkotika Golongan I
          Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
          pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunayai
          potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergatungan, misal Tanaman
          Papaver Somniferum L
     2.  Narkotika Golongan II
          Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
          pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/untuk ilmu pengetahuan serta
          mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, misalnya benzettidin,
          isometadon, metadon
     3. Narkotika Golongan III
         Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
         dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
         ringan mengakibatkan ketergantungan, misalnya : etilmorfina, codeina

     Hal-hal khusus pada Obat Narkotika :
     1. Pada resep, obat narkotika harus digaris bawahi dengan tinta merah.
     2. Pada resep harus tertera alamat pasien yang jelas
     3. Pada etiket obat harus tertera etiket "Tidak Boleh diulang tanpa resep dokter"
     4. Resep obat narkotika diarsip tersediri, terpisah dari resep lainnya
     5. Penyimpanan obat narkotika harus dalam almari khusus yang sesuai dengan
         peraturan MenKes

Efek Obat 
Efek Obat adalah perubahan fungsi struktur atau proses sebagai akibat kerja obat, dimana pada hakekatnya merupakan perubahan fungsi kuantitatif yang dapat berupa :
1. Kontraksi otot
2. Sekresi oleh kelenjar
3. Pelepasan hormon
4. Perubahan aktivitas hormon
5. Kematian sel
6. Perubahan kecepatan pembelahan sel

Indikasi adalah petunjuk penggunaan obat dalam pengobatan penyakit (terapi), misalnya : primperam (antimual), Asam Mefenamat (Analgetik).
Kontraindikasi adalah keadaan yang berlawanan terhadap penggunaan terapi obat, misalnya :
1. Paracetamol, tidak diperbolehkan untuk pasien yang fungsi hatinya terganggu
2. Amoxicillin, tidak diperbolehkan untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin

Macam-Macam Efek Obat :
1. Efek sistemik adalah efek yang diperbolehkan dari obat yang beredar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
2. Efek Lokal adalah efek yang hanya terjadi pada tempat dimana obat yang digunakan
3. Efek Terapi adalah efek atau aksi yang merupakan satu-satunya pada letak primer. 
    Jenis-jenis terapi :
    - Terapi Kausal adalah efek obat yang meniadakan penyebab penyakit
    - Terapi Simtomatik adalah efek obat yang menghilangkan atau meringkan gejala penyakit
    - Terapi Subtitusi adalah efek obat yang menggantikan zat yang lazim dibuat pada pada 
       orang yang sakit
4. Efek Samping adalah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek terapi dan tidak ikut 
    pada kegunaan terapi.
5. Efek Teratogen adalah efek obat dimana pada dosis terapeutik dapat mengakibatkan cacat 
    pada janin
6. Efek Toksik adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dibanding efek samping dan 
    merupakan efek yang tidak diinginkan, hal ini tergantung pada dosis yang diberikan
7. Idiosinkrasi adalah efek suatu obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efen terapi 
    normalnya
8. Fotosesitasi adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat 
    penggunaan obat

Rabu, 28 September 2011

Farmakodinamik

Interaksi-interaksi ini dibagi menjadi dua jenis :
a. Farmakodinamik, yaitu efek obat terhadap tubuh, dan
b. Farmakokinetik, yaitu apa yang dialami obat di dalam tubuh(yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
    ekskresi)

Farmakodinamik
      Farmakodinamik mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik antara lain :
a.  Mekanisme kerja obat
b.  Hubungan antara struktur dan aktivitas
c.  Hubungan antara dosis dengan respon
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a.  Mekanisme Kerja Obat
          Kebanyak obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat-reseptor ini yang mengakibatkan timbulnya perubahan biokimiawi dan fisiologi sebagai respon khas obat tersebut. Reseptor obat adalah makro molekul seluler (misalnya: protein) tempat obat terikat untuk menimbulkan efeknya. Reseptor obat bersifat spesifik, dimana setiap obat mempunyai reseptornya sendiri-sendiri. Jumlah reseptor yang dicapai atau jumlah reseptor yang telah berintegrasi dengan obat / bahan kimia obat, setara dengan efek yang ditimbulkannya. Reseptor biasanya terletak di membran sel, namun ada juga yang terletak di intra sel dan ekstra sel. Reseptor dapat berupa protein, enzim metabolik atau asam nukleat. Terdapat empat jenis reseptor utama antara lain :
1.  Agonist (ligand)-gated channel terdiri dari sub unit protein yang membentuk pori sentral (misalnya reseptor nikotin, reseptor asam alfaaminobutirat.
2.  G-protein coupled receptor (reseptor yang mengikat protein G) membentuk suatu kelompok reseptor dengan 7heliks yang membentuk membran. Reseptor ini biasanya berkaitan dengan respons fisiologis oleh second messengger.
3.  Reseptor inti untuk hormon steroid dan hormon tiroid, terdapat dalam inti sel dan mengatur transkripsi dan selanjutnya sitesis protein.
4.  Kinase-linked receptor adalah reseptor permukaan yang biasanya mempunyai aktivitas tiroksin kinase intrinsik. Yang termasuk reseptor ini adalah insulin, sitokin dan faktor pertumbuhan.
     Sebagian kecil obat memiliki cara kerja yang berbeda; misalnya karbon aktif, diuretik osmotik; bekerja dengan menggunakan sifat fisikokimiawinya; disebut sebagai kerja obat non spesifik. Beberapa obat lain bekerja sebagai substrat palsu atau inhibitor untuk sistem transport atau enzim. Contoh obat yang bekerja sebagai inhibitor sistem transport atau enzim antara lain :
# Kanal Ion
       - Kanal Ca2+--> bloker kanal Ca/Calcium Canal Blocker, contoh obat : nifendipin, amlodipin, verapamil
       - Kanal Na+ --> Anestetik Lokal, contoh obat : Prokain, lidokain, kokain
# Transport Aktif --> glikosida jantung, contoh obat : digoxin

           Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van Walls atau ikatan kovalen, namun pada umumnya merupakan campuran dari berbagai ikatan di atas. Ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat sehingga seringkali lama kerja obatnya panjang. Walaupun demikian, ikatan nonkovalen yang memiliki affinitas tinggi juga dapat bersifat permanen.
          Hubungan struktur-aktivitas. Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Ini bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu.

Selasa, 27 September 2011

Farmakologi

Farmakologi

Farmakologi adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang berinteraksi dengan tubuh manusia. Farmakologi mempunyai kerterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyediakan obat. Interaksi-interaksi ini dibagi menjadi dua jenis :
a. Farmakodinamik, yaitu efek obat terhadap tubuh, dan
b. Farmakokinetik, yaitu apa yang dialami obat di dalam tubuh(yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
    ekskresi)
Klasifikasi obat berdasarkan :
a.  Bentuk sediaan :
     1. Padat, contoh : tablet, kapsul, kaplet, pil dll
     2. Cair, contoh : sirup, tinctur, suspensi, eliksir, lotion, dll
     3. Setengah Padat, contoh : cream, ointment, dll.
b.  Cara Pemberian
     1. Enteral : oral, sublingual, bucal
     2. Parenteral : inhalasi, injeksi (contoh : i.m, i.v, intracutan dll), pervaginam
c.  Menurut Tujuan pemberian obat
     1. Sistemik : peroral, injeksi intravena, injeksi intramuscular, inhalasi
     2. Lokal : topikal, oles, pervaginam
d.  Berdasarkan peraturan perudang-undangan :
     1. Obat bebas
     2. Obat bebas terbatas
     3. Obat Keras
     4. Obat Narkotik

Tahap-Tahap Pengembangan dan Penilaian Obat
1. Meniliti dan skrining bahan obat.
2. Mensintesis dan meneliti zat/senyawa analog dari obat yang sudah ada dan diketahui efek farmakologinya
3. Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi struktur
4. Dikembangkan obat alami dengan serangkaian pengujian yang dilaksanakan secara sistematik, terencana dan terarah untuk mendapatkan data farmakologik yang mempunyai nilai terapetik

Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji :

1. Uji Praklinik
Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji. Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antaralain :
i)    Uji Farmakodinamika
Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
ii)   Uji Farmakokinetik
Untuk mengetahui ADME
Merancang dosis dan aturan pakai
iii)  Uji Toksikologi
Mengetahui keamanannya
iv) Uji Farmasetika
Memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi, standarisasi, stabilitas, bentuk sediaan yang paling sesuai dan cara penggunaannya.

2.  Uji Klinik
Uji dilakukan pada manusia. Dibagi menjadi 4 Fase :
i )    Uji Klinik Fase I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Yang diteliti disini ialah keamanan dan tolerabilitas obat, bukan efikasinya, maka dilakukan pada sukarelawan sehat, kecuali untuk obat yang toksik (misalnya sitostatik), dilakukan pada pasien karena alasan etik
Tujuan fase ini adalah menentukan besarnya dosis maksimal yang dapat toleransi (maximally tolerated dose = MTD), yakni dosis sebelum timbul efek toksik yang tidak dapat diterima.
Pada fase ini, diteliti juga sifat farmakodinamik dan farmakokinetiknya pada manusia. Hasil penelitian farmakokinetik ini digunakan untuk meningkatkan ketepatan pemilihan dosis pada penelitian selanjutnya.
Uji klinik fase I dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, dengan jumlah subyek bervariasi antara 20-50orang.
ii )   Uji Klinik Fase II
Pada fase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah melihat apakah obat ini memiliki efek terapi.
Pada fse II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif, karena itu belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai efikasi obat yang bersangkutan.
Untuk menunjukkan bahwa suatu obat memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik komparatif (dengan pembading) yang membandingkannya dengan plasebo; atau jika penggunaan plasebo tidak memenuhi persyaratan etik, obat dibandingkan dengan obat standar (pengobatan terbaik yang ada). Ini dilakukan pada fase II akhir atau awal, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi pasien, dan monitoring pasiennya. Untuk menjamin validasi uji klinik komparatif ini , alokasi pasien harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik berpembanding, acak, tersamar ganda.
Fase ini terjakup juga studi kisaran dosis untuk menetapkan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya.
iii )  Uji Klinik Fase III
- Pada manusia sakit, ada kelompok kontrol dan kelompok pembanding
- Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman (misal : intra ras
- Setelah terbukti efektif dan aman obat siap untuk dipasarkan
iv)   Uji Klinik Fase IV
- Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveilance)
- Mamantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya
- Dug safety : drug mortality atau drug morbidity
- MESO : Monitoring Efek Samping Obat

Kamis, 22 September 2011

CYTOTOXIC ACTIVITY TEST OF p-DIMETHYLAMINOCHALCONE COMPOUNDS AND CHALCONE AGAINTS MCF-7 AND VERO CELL

CYTOTOXIC ACTIVITY TEST OF p-DIMETHYLAMINOCHALCONE COMPOUNDS AND CHALCONE AGAINTS MCF-7 AND VERO CELL


ABSTRACT

One common type of cancer that affects women is breast cancer. Various therapies have not been able to cure breast cancer. Chalcone compounds have promising anticancer activity. ρ-dimethylaminochalcone compound is a derivative of the chalcone. This research was conducted to determine cytotoxic activity of ρ-dimethylaminochalcone compared with chalcone against the MCF-7 and Vero cells.
MTT Test was used as the method in the cytotoxic activity test in the MCF-7 and Vero cells. The series of concentration used in the MCF-7 cell for the ρ-dimethylaminochalcone and chalcone were 100; 50; 25; 12,5; 6,25; 3,12; 1,56 μg/mL. In the Vero cell, the series of concentration used for ρ-dimethylaminochalcone and chalcone were 32; 16; 8; 4; 2; 1; 0,5 μg/mL. The Absorbance of the cell was measured at 550 nm wavelength using the ELISA reader. IC50 was used as a cytotoxicity parameter that was obtained with probit analysis.
The value of IC50 to the MCF-7 cell from the ρ-dimethylaminochalcone was 4,49 µg/mL and 1,36 µg/mL for chalcone. The value of IC50 to the MCF-7 cell from ρ-dimethylaminochalcone was 47,59 µg/mL dan 13,98 µg/mL for chalcone. It shown that the ρ-dimethylaminochalcone had a lower cytotoxic activity than chalcone to MCF-7 and Vero cell.

Keywords : ρ-dimethylaminochalcone, chalcone, MCF-7 cells, Vero cells, cytotoxic

Rabu, 21 September 2011

Interaksi Obat

Interaksi Obat
Interaksi antara obat dengan  obat didefinisikan sebagai modifikasi efek dari suatu obat karena kehadiran obat lain (Walker dan Edwards, 1989), baik diberikan sebelumnya atau bersamaan yang dapat memberikan potensi atau antagonisme satu obat oleh obat lain (Anonim, 2000), dapat menguntungkan ataupun merugikan.
Interaksi obat terjadi ketika efek suatu obat diubah dengan adanya obat lain atau dengan makanan.

Jenis-Jenis Interaksi :
1.  Interaksi obat dengan obat
2.  Interaksi obat dengan makanan
3.  Interaksi obat dengan minuman
4.  Interaksi obat dengan penyakit
Contoh : Sakit maag atau dyspepsia --> minum obat NSID (asam mefenamat, aspirin) akan
              mengalami gangguan pada lambung

Interaksi yang merugikan
Obat-obat golongan sedatif dan antihistamin jika digunakan secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan memperlambat reaksi pasien karena efek penurunan kesadaran keduanya menjadi efek sinergisme (Anonim, 2005)
Contoh: Obat-obat sedatif (diazepam, klordiazepoksid, luminal) jika digunakan secara bersamaan
             dengan antihistamin menyebabkan penurunan kesadaran

Interaksi yang menguntungkan
Penggunaan bersama sulfametoksasol dan trimetoprim-->kotrimoksasol
Penggunaan bersama antara metoklopramid dan parasetamol akan meningkatkan absorbsi parasetamol.
Efek yang dihasilkan : 1/2 tablet Paracetamol + metoklopramid = 1 tablet paracetamol tunggal 

Hasil Interaksi
Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis dari suatu pemberian
kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi bila kedua obat-obat diberikan
sendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat berupa :
a.  Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari masing-masing obat
     Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang
     memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin.
     Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin + antihistamin
b.  Sinergisme (1+1>2)
     Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama
     dengan kegiatan dari masing-masing obat (1+1=2).
     Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa.
     Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),
     kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,
     sulfametoksasol dan trimetoprim asetosal dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek
     bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol,
     penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya
     Contoh : Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme
                   Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas amoksisilin
                                                                         karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari
                                                                         amoxicillin
c.  Idiosinkrasi
     Yaitu peristiwa suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total berlainan dari efek
     normalnya, umumnya disebabkan kelainan genetika pada pasien bersangkutan. Sebagai
     contoh disebut Anemia Hemolitik (kurang darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah
     pengobatan malaria dengan primaquin atau derivatnya. Contoh lain pasien pada
     pengobatan neuroleptika untuk menenangkannya justru memperlihatkan reaksi yang
     bertentangan dan menjadi gelsiah dan cemas (Tjay dan Rahardja, 1986)

Mekanisme Interaksi Obat :
Mekanisme interaksi obat dibagi mnjadi 3 kelompok :
1. Interaksi Farmasetik
         Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan
    atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien
    Contoh : a. Penurunan titik kelarutan, penurunan titik beku pada interaksi secara fisik.
                  b. Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyiapan pada interaksi kimia dapat
                      menyebabkan inkompatibilitas sediaan obat
2. Interaksi Farmakokinetik
         Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan pada proses absorbsi, distribusi,
    metabolisme, dan ekskresi, dapat dilihat perubahan-perubahan parameter farmakokinetika
    seperti konsentrasi maksimal luas area di bawah kurva dan waktu paroh suatu obat.
    2.1. Interaksi pada Absorbsi
           Interaksi ini terjadi jika absorbsi suatu obat dipengaruhi oleh obat lain.
           Contoh : terbentuknya kelat Al, Mg, Ca, garam besi oleh tetrasiklin
    2.2. Interaksi dalam proses Distribusi
           Interaksi ini terjadi jika obat-obat dengan ikatan protein kuat mendesak obat-obat dengan
           ikatan protein lemah sehingga konsentrasi obat bebas meningkat. Terjadinya hal tersebut
           sangat potensial dalam peningkatan efek toksik dari suatu obat, terutama oabat yang
           memiliki rasio efek terapi dan efek toksik yang rendah (indeks terapi sempit)
           Contoh : a) meningkatnya efek toksik warfarin atau obat hipoglikemik karena pemberian
                             bersama dengan fenilbutazon, sulfa / asetosal
    2.3. Interaksi dalam proses Metabolisme
           Metabolisme suatu obat dihambat atau ditingkatkan oleh obat lain. Biasanya berpengaruh
           pada sitokrom P450
    2.4. Interaksi dalam proses Ekskresi
           Ekskresi obat melalui ginjal dipengaruhi oleh obat lain
           Contoh : Quinidin menginhibisi sekresi tubular dari digoksin dan konsekuensinya
                         konsentrasi plasma digoksin meningkat dan mungkin menyebabkan toksik
3. Interaksi Farmakodinamik
    Pada interaksi farmakodinamik terjadi interaksi pada tingkat reseptor. Jika interaksi bersifat
    sinergisme maka efek obat akan meningkat. Jika interaksi bersifat antagonisme maka efek
    obat akan menurun (saling meniadakan).
    Contoh : penurunan aksi obat-obat hipnotik oleh coffein.

Ada 5 tingkat signifikansi yang menunjukkan tingkat keberbahayaan suatu interasi antar obat yaitu:
1. Signifikansi 1 : berat atau berbahaya dan data terdokumentasi dengan baik
2. Signifikansi 2 : berat atau berbahaya sampai sedang dan data terdokumentasi dengan baik
3. Signifikansi 3 : tidak berbahaya (ringan) dengan data terdokumentasi dengan baik
4. Signifikansi 4 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas
5. Signifikansi 5 : tidak berbahaya (ringan) dengan data sangat terbatas dan belum terbukti secara
    klinis.

Tingkat signifikansi dinilai dari onset, severity/keparahan, serta dokumentasi.

Onset adalah seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi dan menentukan seberapa penting tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari akibat dari suatu reaksi. Onset dibagi 2 :
a. Rapid : efek dari interaksi obat yang terlihat dalam 24 jam setelah pemberian obat, perlu
               tindakan penanganan segera.
b. Delayed : efek dari interaksi obat yang terlihat berhari-hari bahkan berminggu-minggu
                   setelah pemberian obat, tidak perlu tindakan penanganan dengan segera

Severity / tingkat keparahan adalah potensi keberbahayaan interaksi.
Dibagi menjadi 3 :
a. Major : efek potensial yang membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen
b. Moderate : efek yang menyebabkan perubahan dari status klinis pasien, perawatan tambahan,
                      rawat inap, atau perpanjangan rawat inap diperlukan
c. Minor : efek biasanya ringan, akibatnya mungkin mengganggu atau tidak disadari, tetapi tidak 
                mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkanterjadi. Tidak
                diperlukan perawatan tambahan

Dokumentasi menentukan tingkat kepercayaan atau bukti bahwa interaksi dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Skala ini menunjukkan pengelompokan yang mendukung terjadinya suatu interaksi.
Ada 5 tingkatan dokumentasi :
1. Established : terbukti dalam penelitian terkontrol.
2. Probable : sering terjadi tetapi tidak terbukti dalam peneltian terkontrol
3. Suspected : dapat terjadi dengan data kejadian yang cukup dan diperlukan penelitian lebih
                       lanjut
4. Possible : mungkin terjadi dengan data kejadian sangat terbatas
5. Unlikely : diragukan, tidak ada bukti yang cukup terjadinya perubaan efek klinis

Selasa, 20 September 2011

Permasalahan dalam Pentabletan

Permasalahan dalam Pentabletan
1.  Binding
     Tablet melekat pada dinding ruang cetak pada saat pengeluaran tablet (ejection).
     Binding yang berlebihan dapat mengakibatkan tablet pecah berkeping-keping.
     Penyebab : Kekurangan zat pelicin
     Cara untuk mengatasi :
     a.  Menambah zat pelicin
     b.  Menggunakan pelicin yang tepat
     c.  Menjaga kebersihan puch dan die
     d.  Pentabletan dilakukan pada ruangan dengan temperatur dan tekanan yang rendan.
2.  Sticking
     Sebagian kecil permukaan tablet menempel pada punch, dan lama kelamaan bagian tablet yang menempel semakin besar selama proses pengempaan.
     Penyebab : pemberian pelicin yang kurang tepat atau campuran kurang kering
     Cara untuk mengatasi :
     a.  Menurunkan kelembaban atau kadar air dengan pengeringan
     b.  Menambahkan adsorben
3.  Capping dan lamination
     Capping adalah kerusakan bagian atas atau pinggir atau tablet retak diseputar tepi tablet atau bahkan
     terpisah dari bagian yang lain karena ada udara yang terjebak dalam tablet. Istilah lain untuk menunjukkan kondisi yang sama terutama pada kecepatan pentabletan yang tinggi (misal : mencetak 3000 tablet
     permenit) disebut lamination.
     Penyebab Capping :
     a.  Ada udara yang terjebak dalam tablet
     b.  Terlalu banyak fine yang terdapat dalam campuran (granul).
     c.  Granul kurang kering
     Cara mengatasi : 
     a.  Menghilangkan atau mengurangi fine dengan penyaringan granul menggunakan 100-200 mesh
     b.  Menambah zat pengikat.
4.  Chipping dan Cracking
     Chipping : penyumbatan tablet
     Cracking : Chipping pada pusat bagian atas dari tablet
     Penyebab : faktor mesin tablet seperti salah setting
     Cara mengatasi : mengganti punch atau menaikkan tekanan mesin tablet.

Jenis-Jenis Tablet ; Part II

 Jenis-jenis Tablet Part II

7.  Tablet Effervescent
          Yaitu tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam effervescent atau bahan-bahan lain yang mampu melepaskan gas atau berbuih ketika bercampur dengan air (Ansel, 1985). Tablet effervecent dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara tepat dengan menghasilkan CO2 secara serentak. Tablet khususnya dibuat dengan jalan pengempa bahan-bahan aktif dengan campuran asam-asam organik seperti asam sitrat, asam tartat dan natrium bikarbonat. Bila tablet dimasukkan dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan menghasilkan CO2 serta air. Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu satu menit atau kurang. Disamping menghasilkan larutan yang jernih, tablet ini juga menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu. Keuntungan tablet Effervesent sebagai bentuk obat yaitu kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Disamping itu tablet ini juga memiliki kerugian dan merupakan salah satu alasan untuk menjelaskan mengapa pemakaiannya terbatas, ialah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia, bahkan kelembaban udara selama pembuatan produk mungkin sudah cukup untuk memulai reaktivitas effervescent, selama reaksi berlangsung air yang dibebaskan dari bikarbonat menyebabkan autokatalisis dari reaksi, kelambapan udara disekitar tablet sesudah wadahnya dibuka juga menurunkan kualitas yang cepat dari produk (Lachman dkk., 1989)
8.  Tablet Hipodermik (HT)
          Yaitu tablet untuk dimasukkan di bawah kulit, merupakan tablet triturat, biasanya digunakan oleh dokter untuk membuat larutan parental secara mendadak yaitu menyiapkan obat injeksi yang berhubungan dengan volume dan kekuatan obat yang diinginkan disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara perorangan (Ansel, 1985).
9.  Tablet Barbiturat
          Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder, dibuat dengan cetakan atau dibuat dengan kompresi, biasanya mengandung sejumlah kecil obat keras. Tablet triturat harus cepat dan mudah larutnya dalam air, dalam formulanya biasanya selalu dihindari bahan yang tidak larut dalam air (Ansel, 1985). Tablet triturat harus cepat dan mudah larut seluruhnya dalam air sehingga bila tablet ini dibuat dengan jalan kompresi, maka tekanan atau kompresi yang diperlukan kecil. Beberapa tablet triturat biasanya digunakan untuk pemberian obat secara oral, dan beberapa penggunaan di bawah lidah contohnya tablet nitrogliserin. Para ahli  farmasi menggunakan tablet ini dalam mengolah campuran obat untuk membuat bentuk sediaan cairan atau padat lainnya. Misalnya, tablet biasa dengan mudah diisikan ke dalam kapsul untuk menyediakan obat keras dalam jumlah yang tepat. Tablet ini oleh ahli farmasi juga digunakan untuk melindungi sediaan cair seperti yang tertulis dalam resep dengan cara melarutkan sejumlah larutan dari tablet dalam sedikit air, kemudiaan dibuat sediaan ini, volumenya dibuat sesuai dengan obat campuran yang telah diperkuat (Ansel, 1985)
10.  Tablet dengan Pelepasan Terkendali
            Tablet yang pelepasan obatnya secara terkendali dan secara ideal proses tersebut diharapkan berlangsung pada laju yang konstan tanpa tergantung pada pH dan kandungan ion pada semua bagian saluran cerna. Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai efek terapetik yang diperpanjang, disamping juga untuk memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh adanya fluktuasi kadar obat dalam plasma (Ansel, 1985)
11.  Tablet Pembagi
            Yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat jika disebut tablet campuran, karena para ahli farmasi memakai tablet ini untuk pencampuran dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet ini mengandung sejumlah besar bahan obat keras dan diolah untuk membantuk ahli farmasi dan memungkinkan mereka mendapat dengan cepat ketepatan dan mengukur obat keras yang berpotensi dalam menyiapkan bentuk sediaan padat atau cair lainnya. Pengencer atau dasar dari tablet biasanya dalam air untuk memungkinkan membuat larutan berair yang jernih. Tablet-tablet ini dibuat dengan jalan mencetak atau kompresi. Bahan penghancur, pelicin, zat warna, zat penambah rasa dan penyalut tidak diperlukan dalam pembuatan tablet ini. Terutama karena bahaya sekali jika kurang hati-hati sehingga obat ini sampai kepada pasien, sekarang tablet pembagi tidak digunakan lagi. Saat ini para ahli farmasi lebih umum memakai tablet kompresi atau tablet triturat yang dibuat untuk perdagangan dalam mencampur resep dan obat-obat yang tidak tersedia sebagai bahan baku, tetapi tersedia dalam bentuk sediaan obat (Ansel, 1985)
12.  Tablet Implantasi
            Tablet implantasi atau tablet depo dimaksudkan untuk ditanam di bawah kulit manusia atau hewan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek obat dalam jangka waktu yang lama, berkisar dari satu bulan sampai satu tahun. Dibuat sedemikian rupa agar obat yang terkadung dilepaskan dengan kecepatan yang konstan. Penggunaan utama dari tablet implementasi dan bentuk depo adalah untuk pemberian hormon pertumbuhan pada hewan penghasil makanan (Lachman dkk., 1989)
13.  Troches dan Lozenges (Tablet Isap)
            Kedua jenis tablet ini adalah bentuk lain dari tablet untuk pemakaian dalam rongga mulut. Penggunaannya dimaksudkan untuk memberi efek lokal pada mulut atau kerongkongan. Bentuk tablet ini umtumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan atau untuk mengurangi batuk pada influenza. Lozanges dapat dibuat dengan mengempa sedangkan troches dibuat dengan cara kempa seperti halnya tablet lain. Kedua jenis tablet ini dirancanga agar tidak mengalami kehancuran di dalam mulut, tetapi larut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 30 menit atau bahkan kurang (Lachman dkk., 1989)

Jumat, 16 September 2011

Jenis-Jenis Tablet ; Part I

Jenis-Jenis Tablet
1.  Tablet Kompresi
            Tablet kompresi dibuat dengan sekali tekan menjadi berbagai bentuk tablet seukuran, biasanya ke dalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu seperti perekat dan pengisi yang ditambahkan guna membentuk ukuran tablet yang diinginkan. Pengikat atau perekat, yang membantu perlekatan partikel dalam formulasi dan memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya. Bahan penghancur akan memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai mejadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih mudah diabsorbsi. Zat pelicin yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah melekatnya bahan pada punch dan die serta membuat tablet jadi bagus dan mengkilap. Juga bahan tambahan seperti zat pewarna dan pemberi rasa.
2.  Tablet Kompresi Ganda
           Yaitu tablet kompresi berlapis, pembuatannya membutuhkan lebih dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi tablet dengan beberapa lapisan atau tablet di dalam tablet. Lapisan dalamnya disebut inti, lapisan luarnya disebut kulit. Biasanya tiap bahan campuran obat mengandung unsur obat yang berbeda dan dipisahkan satu dengan yang lainnya karena tak tersatuakan, untuk menyediakan obat yang pelepasannya dalam dua tingkatan atau lebih untuk penampilan tablet berlapis yang unik, pada umumnya tiap lapis diberi warna yang berbeda sehingga berwarna-warni (Ansel, 1985). Tablet dalam kategori ini biasanya dibuat untuk memisahkan secara fisika dan kimia bahan-bahan yang tidak bisa bercampur, atau untuk menghasilkan produk dengan kerja ulang atau produk dengan kerja yang diperpanjang (Lachman dkk., 1989)
3.  Tablet Salut Gula
          Yaitu tablet kompresi yang disalut dengan bahan penyalut tambahan. Tablet kompresi ini mungkin diberi lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan dapat terurai begitu ditelan. Penyalut yang digunakan seperti dengan lapisan gula (tablet salut gula), dengan selaput tipis yang larut atau tidak di dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet (tablet salut selaput), dengan lapisan yang tak larut atau hancur di dalam lambung tapi di usus (tablet salut enterik), manfaat penyalutan ini adalah untuk melindungi obat dari udara dan kelembaban, memberikan rasa, menghilangkan bau dan rasa pahit dari obat, menjaga stabilitas obat yang terurai oleh asam lambung. Kerugian tablet salut gula adalah pengolahannya membutuhkan waktu dan keahlian lebih, menambah berat dan ukuran tablet. (Ansel, 1985)
4.  Tablet Salut Selaput
          Tablet yang disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet. Kelebihan : lebih tahan lama, lebih sedikit bahan. Tablet salut selaput pecah dalam saluran lambung-usus.
5.  Tablet Salut Enterik
          Tablet salut enterik adalah tablet yang disalutkan dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur di lambung tapi di usus. Digunakan untuk obat-obat yang rusak jika terkena asam labung, mengiritasi mukosa lambung, atau bila melintasi lambung menambah absorbsi obat di usus halus sampai jumlah yang berarti.
6.  Tablet Sublingual /Bukal
          Yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan dibawah lidah. Biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncakan larut dalam kantung pipi atau dibawah lidah untuk diabsorbsi melalui mukosa oral, gunanya untuk penyerapan obat yang dirusak oleh cairan lambung dan atau sedikit diabsorbsi oleh saluran pencernaan, Tablet untuk disisipkan pada pipi agar hancur dan melarut perlahan sedan yang digunakan melalui bawah lidah akan melarutkan segera untuk memberikan efek obat dengan cepat (Ansel, 1985). Obat-obatan yang diberikan dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan efek sistemik dan karena itu harus dapat diserap dengan baik oleh selaput lendir mulut. Obat yang diserap dari selaput lendir masuk ke aliran darah, selanjutnya masuk ke aliran darah umum. Keuntungan :
a.  menghindari penguraian obat di lambung,
b.  efek lebih cepat daripada obat yang ditelan,
c.  first pass efek metabolism dapat dihindari
d.  menghidari rasa mual akibat menelan obat
Tablet bukal dan sublingual hendaknya diracik dengan bahan pengisi yang lunak, yang tidak merangsang keluarnya air liur, hal ini mengurangi bagian obat yang tertelan dan lolos dari penyerapan oleh sepaut lendir mulut dan juga kedua tablet ini juga dirancang untuk tidak peah, tapi larut secara lambat biasanya dalam jangka waktu 15-30 menit agar penyerapan beralangsung baik (Lachman dkk., 1989)

To be continue.... Jenis-Jenis Tablet Part II

Tablet

Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung dengan bahan obat atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet kempa dibuat dengan cara memberi tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. (Gauhar, 2006)

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu tablet yang berkualitas bak adalah :
a.  Kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga selama fabrikasi dan pengangkutan sampai pada konsumen tetap dalam kondisi baik.
b.  Dapat melepaskan obatnya sampai pada ketersediaan hayati.
c.  Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
d.  Mempunyai penampilan yang menyenangkan baik mengenai bentuk, warna dan rasa (Seth dkk., 1980)
Keuntungan Tablet :
a.  Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua
     bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.
b.  Biaya produksi yang paling rendah.
c.  Bentuk ringan, kompak, murah, mudah dikemas, mudah diproduksi secara masal dan mudah
     dikirimkan.
d.  Pemberian randa pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak memerlukan
     langkah pekerjaan hambatan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram
     atau berhiasan timbul
e.  Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan kusus, seperti pelepasan di usus atau
     produk lepas lambat.
f.  Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan
    stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Banker dan Anderson, 1986)

Kerugian Tablet : 
a.  Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padatan kompak, tergantung pada keadaan
     amorf dan rendahnya berat jenis.
b.  Obat yang kelarutannya rendah, dosisnya tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui
     saluran cerna akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan difabrikasi.
c.  Obat yang mempunyai rasa pahit, bau yang tidak dapat dihilangkan, peka terhadap
     oksigen dan kelembaban udara, perlu dilakukan pengkapsulan, penyelubungan dan
     memerlukan penyalutan dulu sebelum dikempa (Banker dan Anderson, 1986)

Selasa, 13 September 2011

Orang Kulit Hitam Menderita Hipertensi Lebih Cepat dan Lebih sering daripada Orang Kulit Putih

Orang Kulit Hitam Menderita Hipertensi Lebih Cepat dan Lebih sering daripada Orang Kulit Putih
      Orang kulit hitam (Afrika) mengalami perkembangan penyakit hipertensi lebih cepat satu tahun dari pada orang kulit putih (Amerika), menurut penelitan yang di laporkan dalam Journal of The American Heart Association. Orang kulit hitam dengan Prehipertensi juga memiliki resiko  35% lebih tinggi berkembang menjadi Hipertensi dibandingkan orang kulit putih, berdasarkan catatan kesehatan dari 18.865 orang dewasa dengan umur 18-85 tahun. Prehipertensi memiliki tekanan darah 120/80 mmHg s/d 139-89 mmHg, Hipertensi : 140/90 atau lebih.
     Pada penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner, stroke, dan tekanan darah tinggi lebih umum terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih. "Fakta bahwa orang Afrika mengalami progres penyakit hipertensi yang lebih cepat dari pada orang Amerika mempunyai hubungan langsung dengan prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit hipertensi dan komplikasinya, seperti stroke dan ginjal, pada orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih"' kata Anbesaw Selassie, Dr.P.H kepala penelitian dan epidemiologis di Universitas Kedokteran Carolina Utara di Charleston.
     Selassie dan rekan-rekannya menganalisa catatan kesehatan dari 197 klinik berbasis masyarakat di Amerika tenggara dari tahun 2003-2009. Pada awal penelitian pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi. Sebanyak 30% pasien berkulit hitam dan 70% pasien berkulit putih. Pada awal penelitan pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi, dicek minimal 4 kali dalam 2 tahun, memiliki tekanan darah tinggi jika 2 kali pengukuran berturut-turut pasien memiliki tekanan sistolik diatas 140mmHg dan diastolik diatas 90mmHg. Para peneliti menganalisis faktor resiko relatif dari setiap orang selama progres penyakit dari prehipertensi hingga menderita tekanan darah tinggi yang digolongkan dalam ras, diperhatikan juga fakor resiko lain yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit sepeti : umur, jenis kelamin, berat badan, tekanan darah awal, diabetes tipe 2 dan penyakit ginjal. Berapa kondisi di luar ras yang menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi lebih cepat terjadi antara lain, tekanan sistolik 130 mmHg, umur diatas 75 tahun atau lebih tua, obesitas atau kegemukan, dan diabetes tipe 2. Perubahan gaya hidup untuk mengurangi resiko dari orang dengan penyakit prehipertensi seperti : penurunan berat badan (diet), olahraga, mengkonsumsi banyak buah-buahan dan sayur-sayuran, hindari makanan yang mengandung garam dan berlemak. 
     Hasil penelitan menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara usaha pencegahan dan perubahan gaya hidup dengan penyakit prehipertensi yang diderita pasien. Salassie berkata bahwa,"Saya sangat percaya bahwa tanpa adanya terapi awal penyakit prehipertensi, kita tidak dapat mempersempit kesenjangan antara orang kulit hitam dengan orang kulit putih akan outcome dari penyakit prehipertensi tersebut". Dapat diartikan bahwa, penduduk kulit hitam mengalami progres penyakit hipertensi lebih cepat dan lebih sering dibandingkan penduduk kulit putih. Edward D. Frohlich, M.D., menjelaskan bahwa yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah asupan makanan yang dikonsumsi penduduk kulit hitam mengadung garam. Makanan tersebut dikonsumsi setiap hari seumur hidupnya.

Sumber : Medicalnewstoday.com

Minggu, 11 September 2011

Siklus Sel

Siklus Sel
Pertumbuhan dan perkembangan setiap makhluk hidup tergantung dari pertumbuhan sel dan perbanyakan sel. Hal ini berlaku baik untuk makhluk hidup uniseluler maupun multiseluler. Pembelahan sel pada makhluk hidup uniseluler berarti pula reproduksi karena akan terjadi dua makhluk hidup yang berasal dari satu sel induk. Sedangkan pada makhluk hidup multiseluler pembelahan sel sangat penting untuk pertumbuhan makhluk hidup dari muda sampai dewasa. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan makhluk hidup multiseluler termasuk manusia tergantung dari jumlah sel yang menyusun jaringan-jaringan dalam tubuhnya karena semakin besar ukuran jaringan tubuh semakin banyak jumlah sel  yang menyusun.
Pertumbuhan sel merupakan sebuah siklus yang berulang, yaitu dari sel muda bertumbuh menjadi dewasa, kemudian membelah menjadi dua sel muda lagi untuk bertumbuh menjadi dewasa, demikian seterusnya sehingga terjadi siklus yang dinamakan siklus sel (Juwono dan Juniarto, 2000)
Dalam masa pertumbuhan sel akan mengalami perubahan-perubahan tertentu dan umumnya akan melewati tahap-tahap pertumbuhan sel. Tampak pada Gambar 1, siklus sel terdiri dari beberapa fase yang meliputi:
1.  Fase Mitosis (M)
     Fase dimana terjadi pembelahan sel aktif. Setelah melalui fase ini ada 2 alternatif:
     a.  Menuju fase G1 dan melalui proses proliferasi
     b.  Masuk fase istirahat (G0). Pada fase istirahat (G0) kemampuan sel untuk berproliferasi hilang dan sel 
          meninggalkan siklus secara tak terpulihkan
2.  Fase post mitotic (G1)
     Fase G1 merupakan fase yang paling menentukan terhadap keseluruhan siklus karena merupakan poin
     vital dari  regulasi signal pertumbuhan. fase ini berfungsi untuk memastikan cukupnya signal untuk
     kelangsungan sel dan akurasi transmisi informasi genetik. Pada fase ini sel mempersiapkan suatu interval dalam proses pembelahan sel, dimulai dengan sintesis enzim-enzim yang dibutuhkan pada sistesis DNA.     Proses sintesis DNA akan terjadi jika sel telah melewati Retriction Poin (R) pada akhir fase ini (King,     2000). Pada fase ini tidak terjadi sintesis DNA, tetapi terjadi sintesis RNA dan protein. Pada akhir fase G1 terjadi sintesis RNA yang optimum (Siswandono dan Soekarjo, 2000)
3.  Fase Sintetik (S). pada fase ini terjadi replikasi DNA sel.
4.  Fase post sintetik (G2) sintesis DNA berhenti, sedangkan sintesis RNA dan protein berjalan terus.
     Selama fase G2, replikasi DNA dimonitor untuk memastikan bahwa DNA telah dilipatgandakan. Fase ini
     merupakan fase pertumbuhan sel dan finalisasi komponen sel sebelum diproses ke dalam fase mitosis.
     Karena proses motosis dapat berhenti jika masih terdapat DNA yang belum diperbaiki pada saat fase
     sintesis DNA (S). Proses tersebut dinamakan G2 check point yang dimonitori oleh gen p53 (Fuller dan
     Shields, 1992)
Gambar 1. Siklus Sel ( Secko, 2003)
                                                               M    =  Mitosis
                                                                S    =  Sintesis
                                                              G1   =  Gap 1
                                                              G2   =  Gap 2
Dari uraian di atas jelas bahwa sintesis DNA hanya terjadi dalam waktu singkat yaitu dalam tahap S sedangkan sintesis RNA berlangsung terus sampai pada saat sel mulai mengadakan pembelahan. Dalam siklus sel, setelah tahap G2 dalam pertumbuhan akan diikuti dengan tahap pembelahan sel (Fase mitosis / M) yang akan menghasilkan sel-sel baru yang masih muda dan kemudian akan mengalami pertumbuhan melalui tahap-tahap G1, S dan G2.

Daftar Pustaka : 
Juwono dan Juniarto, A.Z., 2000, Biologi Sel, Jakarta : EGC
King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2nd ed., Pearson Education Limited, London
Secko, D., 2003, The Cell Cycle : A Universal Cellular Division Program,  
     SCQ,http://www.scq.ubc.ca/the-cell-cycle-a-universal-cellular-division-program/
Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2000b, Kimia Medisinal, Jilid 2, Airlangga University Press,
      Surabaya, 165-167.


Kanker

Kanker
Pengertian Kanker
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk penyakit di mana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang jaringan lain. Sel-sel kanker dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui sistem darah dan getah bening. Kanker bukan hanya satu penyakit, melainkan banyak penyakit. Ada lebih dari 100 jenis kanker yang berbeda. Sebagian besar kanker diberi nama untuk organ atau jenis sel di mana mereka mulai. Misalnya, kanker yang dimulai di usus besar disebut kanker usus besar
Ciri-Ciri Sel Kanker
1.  Sel kanker tidak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan apoptosis
     Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh manusia, sel manusia semuanya fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (non kanker) akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi)(Nurlaila dan Miftachul, 2008). Sel kanker berbeda dengan karakteristik tersebut. Kebanyakan sel kanker terjadi mutasi pada gen p53 yang merupakan gen yang mencegah replikasi dari DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel yang mengandung DNA yang  tidak normal. Mutasi dari gen p53 ini menyebabkan proliferasi dan transformasi sel menjadi kehilangan kendali.
2.  Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asosial
     Komunikasi ekstraseluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan lingkungannya. Sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi. Dengan demikian sel kanker dapat tumbuh menjadi tak terkendali (Hanahan dan Weinberg, 2000)
3.  Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif)
Kemampuan invasive dan metastatis memungkinkan sel kanker berpindah serta membentuk koloni di daerah baru, dengan kebutuhan nutrisi tercukupi dan mendapat daerah yang luas. Sel kanker yang dapat menembus jaringan asal dan menyusup ke jaringan sekitarnya disebut invasive, kemudian sel kanker tersebut dapat melepaskan diri dari tempat asalnya menembus pembuluh getah bening (pembuluh limfe) dan terbawa ke bagian lain dari tubuh. Penyebaran kanker ke jaringan tubuh lainnya ini dinamakan metastasis (Nurlaila dan Miftachul, 2008)
4.  Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) sehingga tumbuh menjadi masa yang besar meski itu tentunya dapat mengganggu kestabilan jaringan setempat (Nurlaila dan Miftachul, 2008)
5.  Sel kanker memiliki kemampuan super hebat dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi)
Pada sel kanker terjadi up-regulasi enzim telomerase yang merupakan enzim yang berperan dalam pemeliharaan panjang telomer sehingga sel tetap mampu untuk mengadakan pembelahan. Pada sel normal, telomer akan mengalami degradasi (pemotongan) pada saat terjadinya replikasi (Nurlaila dan Miftachul, 2008)
Faktor Penyebab
Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti karena penyebab kanker dapat merupakan gabungan dari sekumpulan  faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker, sebagai berikut:
1.  Faktor keturunan
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Jenis kanker yang cenderung diturunkan dalam keluarga adalah kanker payudara, kanker indung telur, kanker kulit dan kanker usus besar. Sebagai contoh, resiko wanita untuk menderita kanker meningkan 1,5 s/d 3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker payudara.
2.  Faktor lingkungan
a).  Merokok meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring (pita suara) dan kandung
      kemih.
b).  Sinar ultraviolet dari matahari
c).  Radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenenik)
3.  Faktor Makanan yang Mengandung Bahan Kimia
4.  Virus
5.  Infeksi, contoh : Parasit Schistoma, Clonorchis, Helicobactor Pylory
6.  Faktor Perilaku, contoh : merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, berhubungan intim di usia dini,
     sering berganti-ganti pasangan
7.  Gangguan keseimbangan hormonal
8.  Faktor kejiwaan, emosional
9.  Radikal bebas.

Sabtu, 03 September 2011

Diuretika

Diuretika adalah obat yang dapat menambah  kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian :
  1. menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi
  2. menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air.
Indikasi atau Fungsi :
  1. Mengurangi udem pada gagal jantung kongestif, ginjal dan sirosis hati
  2. Glaukoma
  3. Diuresis dipaksakan karena keracunan
Pembagian Diuretika  

1. Diuretik Kuat (loop's diuretic)
Diuretik kuat (High-celling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibanding diuretik yang lain.
Tempat Kerja Utama : di bagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden, karena itu disebut juga loop diuretic
Mekanisme Kerja :
Menghambat transport elektrolit aktif seperti Na, K, Cl dengan mekanisme pompa Na+K+ATPase
Contoh :  1.  Furosemid
               2.  Torsemid
               3.  Asam etakrinat

               4.  Bumetanid
Efek Samping :
1.  Ototoksisitas (ketulian pada dosis tinggi)
2.  Gangguan cairan dan elektrolit : hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, hipokalsemia dan
     hipomagnesemia
3.  Hipotensi, dapat terjadi akibat depelsi volume sirkulasi
4.  Reaksi Alergi, untuk pasien dengan riwayat alergi sulfonamid.
     Asam Etakrinat merupakan satu-satunya diuretik kuat yang tidak termasuk golongan sulfonamid
5.  Nefritis Interstisialis Alergik, Furosemid diduga dapat menyebabkan Nefritis interstisialis alergik yang
     menyebabkan gagal ginjal reversibel.
Interaksi Obat :
1.  Semua diuretika dapat mengurangi efek antidiabetik oral dan meningkatkan efek dari relaksansia otot
2.  Kombinasi dengan kortikosteroid akan meningkatkan efek hipokalemia
3.  Kombinasi dengan Antibiotik Aminoglikosida meningkatkan atau memperparah resiko ketulian
4.  Kombinasi dengan Antikanker Sisplatin dan Sefalosporin meningkatkan atau memperparah nefrotoksisitas 5.  Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang
6.  Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui pergeseran ikatannya dengan protein
2.  Diuretik Tiazid
Tiazid atau Benzotiadiazid disintesis untuk penelitian zat penghambat wnzim karbonik anhidrase. Benzotiadiazid berefek langsung pada transport Na+ dan Cl- di tubuli ginjal, lepas dari efek penghambatannya terhadap enzim anhidrase. Golongan benzotiadiazid yang telah dipakai lebih dari 3o th adalah kloro-tiazid
Tempat Kerja : Tubulus distal bagian bawah
Mekanisme Kerja : menghambat reabsorbsi NaCl
Contoh Obat : 1.  Klorotiazid
                       2.  Bendroflumetiazid
Efek Samping :
1.  Hipokalemia
     Dapat menimbulkan aritmia jantung, terutama pada pasien yang diterapi dengan digitalis. Dapat diatasi
     dengan penambahan suplemen K+ dan kombinasi dengan diuretic hemat K+
2.  Hiperurisemia
     Karena terjadi persaingan sekresi antara tiazid dan asam urat
3.  Toleransi glukosa dapat tergangu
4.  Meningkatkan kadar kolesterol plasma
3.  Diuretik Hemat Kalium
Mekanisme Kerja : Menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
Contoh Obat : 1.  Spironolakton
                       2.  Triamteren dan Amilorid
Efek Samping :
Dapat menyebabkan hiperkalemia berat apabila dikombinasikan dengan ACE Inhibitor
4.  Diuretik Osmotik
Dipakai untuk zat yang bukan elektrolit, BM kecil, mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal
Tempat Kerja : Tubulus proksimal, Henle's loop. dan ductus colligens
Contoh Obat : 1.  Ureum
                       2.  Manitol
                       3.  Sorbitol
                       4.  Gliserin
5.  Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase
Tempatk Kerja :  Tubulus Proksimal
Efek samping asidosis metabolic dan alkolisis urin
Contoh Obat : 1.  Asetazolamid (dervat Sulfonamid)
                       2.  Diklorofenamid
Jarang digunakan karena daya diuretiknya lemah, biasanya digunakan pada pengobatan glaucoma akibat meningkatnya tekanan intraokuler pada mata

Resep

Gambar 1. Resep 
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada Apoteker untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien.
Bagian-bagian dalam resep adalah :
  1. Nama; alamat dan Nomor ijin Dokter
  2. Tanggal penulisan Resep (inscriptio)
  3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau komposisi obat (Invocatio)
  4. Aturan pemakian obat yang tertulis (signatura)
  5. Tanda tangan dokter (penulis resep) sesuai undang-undang yang berlaku (subscriptio)
  6. Jenis hewan atau nama pasien dan alamatnya
  7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya    melebihi dosis maksimal
Ketentuan lain dalam resep :
1.  Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan
2.  Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri
  • tidak boleh ada iterasi
  • ditulis nama pasien dan tidak boleh m.i
  • alamat dan signatura yang jelas
  • tidak boleh ditulis s.u.c 
3.  Untuk pasien yang segera memerlukan obat maka dokter menulis di bagian kanan atas resep : cito,
     statim, urgent atau PIM
4.  Apabila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras tanpa sepengetahuannya diulang,
     dokter akan menulis tanda N.I
5.  Resep p.p adalah resep pro paurpere artinya resep untuk orang miskin, ditandai agar apotek dapat
     meringankan masalah harga obatnya, bila dapat gratis
6.  Yang berhak meracik obat atau melayani resep :
  • apoteker
  • AA dibawah pengawasan apoteker
Bahasa yang digunakan dalam penulisan resep adalah bahasa latin, tidak hanya untuk penulisan nama-nama obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat, termasuk petunjuk-petunjuk pemakaian obat yang umumnya ditulis berupa singkatan.
Resep dituliskan diatas kertas dengan ukurang lebar 10-12cm dan panjang 15-18cm. Hal tersebut digunakan karena resep merupakan dokumen pemberian/penyerahan obat kepada pasien, dan diharapkan tidak menerima permintaa resep melalui telepon

Etiket
Etiket berisi aturan pakai, cara pemakian dan waktu pemakaian. Pada etiket harus terdapat tanggal pembuatan obat atau pemberian etiket pada kemasan obat, nama apotek, alamat, SIA, Apoteker Pengelola Apotek (APA), tanda tangan pembuat etiket. Terdapat 2 jenis etiket :
1. Etiket untuk pemakaian sistemik berwarna putih
    Contoh : obat-obat oral
2. Etiket untuk pemakaian topikal warna biru
    Contoh : ijeksi, salep, suppo, tetes telinga, tetes mata

Obat dalam Resep
1. Nama Resmi, yaitu nama obat di dalam Formularium Indonesia Edisi  II
    Contoh : Acethaminopenum
                  Aminophyllinum
                  Methampironum
2. Nama Sinonim
    Contoh : Paracetamol
                  Aminopillin
                  Antalgin
3. Nama paten atau nama pabrik
    Contoh : Sanmol
                  Antalgin